Sumpah Pemuda adalah hasil keputusan Kongres Pemuda II yang diselenggarakan tanggal 27 – 28 Oktober 1928. Kongres Pemuda merupakan sebuah acara besar yang diwujudkan oleh para pemuda Indonesia dari sebuah gagasan persatuan yang dicetuskan oleh Perhimpoenan Indonesia (Indonesische Vereeniging) yang tertuang dalam Manifesto Politik Tahun 1925. Tentu saja gagasan ini tercetus dari kondisi masyarakat Indonesia pada masa itu yang berjuang untuk terlepas dari belenggu penjajahan. Peristiwa Sumpah Pemuda merupakan sebuah momentum yang menjadi tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, karena Sumpah Pemuda menjadi kebulatan tekad seluruh pemuda untuk menjadi satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa. Sumpah Pemuda menjadikan perjuangan banga Indonesia menjadi lebih terarah karena semua bersatu menuju Indonesia merdeka.
Apabila kita menarik sejarah ke belakang, maka kita bisa melihat bahwa ternyata Perhimpoenan Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pemikiran tokoh – tokoh dari bangsa Eropa, namun ternyata juga dipengaruhi pemikiran tokoh – tokoh dari bangsa Indonesia, diantaranya adalah Kartini. Kartini adalah seorang tokoh wanita yang tidak hanya dikenal karena pemikirannya tentang emansipasi wanita, tapi juga pemikirannya mengenai kebangsaan.
Berdasarkan Soeroto dalam tahun 2011, pada tanggal 2 Mei 1898, Bupati Sosroningrat (ayah Kartini) membebaskan anak – anaknya dari tradisi pingitan. Sejak itu Kartini dan adik-adiknya diajak ke acara-acara yang berada di luar kediamannya. Salah satunya adalah berkunjung ke desa-desa untuk melakukan dialog dengan masyarakatnya. Masyarakat pun dengan jujur dan terbuka menyampaikan permasalahannya (Marihandono,dk., 2016: 25-26) Dari sinilah, Kartini mengetahui adanya keburukan-keburukan dan keterbelakangan masyarakat sehingga bercita-cita untuk memperbaiki keadaan bangsa Indonesia. Hal ini dituangkan Kartini dalam surat kepada sahabatnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. (Anonim, 2018: 21) Buku ini mendapatkan respon yang hangat dari perkumpulan masyarakat Indonesia di Belanda yang bernama Indische Vereeniging dengan mengadakan serangkaian ceramah guna memperingati Kartini. Dalam acara tersebut, Notosoeroto (ketua Indische Vereeniging) menunjukkan kekaguman pada Kartini melalui pernyataannya, “Kartini menunjukkan keberanian melanjutkan perjuangan (sekalipun) dengan pengorbanan batin yang luar biasa … ”. (Soebadio dan Sadli, 1990: 106-108) Hal ini, menunjukkan bagaimana Kartini begitu menginspirasi para anggota Indische Vereeniging. Selanjutnya, pada tahun 1922 Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia). (Marihandono, dkk., 2016:188)
Referensi :
————-. (2018). 45 Tahun Sumpah Pemuda. Museum Sumpah Pemuda. Jakarta. Cetakan Ketiga
Marihandono, dkk. (2016). Sisi Lain Kartini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Kebangkitan Nasional. Jakarta.
Soebadio, Hartati dan Sadli, Saparinah. (1990). KARTINI Pribadi Mandiri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Penulis : Setyo Wahyuni